Metro Kota

Hukuman Koruptor Nahwa Umar Dinilai Tak Masuk Akal, HMI Kendari Desak MA dan KY Evaluasi Hakim Tipikor PN Kendari. 

239
×

Hukuman Koruptor Nahwa Umar Dinilai Tak Masuk Akal, HMI Kendari Desak MA dan KY Evaluasi Hakim Tipikor PN Kendari. 

Sebarkan artikel ini

Kendari-kendaripos.com-26 September 2025  Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kendari mengecam keras putusan Pengadilan Negeri (PN) Kendari yang menjatuhkan hukuman satu tahun dua bulan penjara kepada mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Kendari, Nahwa Umar, dalam kasus Korupsi Anggaran Makan dan Minum Pemkot Kendari tahun 2020.

 

Menurut Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi (Infokom) HMI Cabang Kendari, Rasidin, putusan tersebut terbilang ringan dan tidak proporsional, bahkan melemahkan efek jera hukum, dan mencederai rasa keadilan publik.

 

“Tidak masuk akal ini putusan, Nahwa umar nilai korupsinya lebih banyak dibandingkan dengan dua terdakwa lain, tapi Nahwa Umar juga yang paling ringan,” ujar Rasidin, Jumat (26/9/2025).

 

 

Rasidin menjelaskan, dari total Rp 444 juta kerugian negara, Nahwa umar terbukti menikmati senilai Rp 300 juta. Anehnya kata Rasidin, Nahwa Umar di vonis 1 tahun 2 bulan penjara sementara dua terdakwa lainnya yakni Ariyuli Ningsi 1 tahun 7 bulan dan Muchlis 1 tahun 6 bulan penjara.

Baca Juga :  Hardiknas di Konawe: Bupati Yusran Akbar Sebut Guru Lahirkan Orang Hebat

 

“Dalam kasus ini, vonis yang dijatuhkan oleh Ketua Majelis Hakim Arya Putra Negara Kutawaringin terhadap Nahwa Umar jauh dari sebanding dengan kerugian negara dan tanggung jawab jabatan terdakwa sebagai pejabat publik,” jelasnya.

 

Tidak hanya itu, Rasidin menyebut putusan ringan ini menunjukkan kegagalan hakim menjaga marwah peradilan dan memberikan sinyal bahwa pejabat publik dapat melakukan korupsi tanpa konsekuensi yang setimpal.

 

HMI Cabang Kendari menilai vonis ringan ini adalah bentuk wajah hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Publik menaruh harapan besar pada lembaga peradilan sebagai benteng terakhir keadilan, namun vonis ringan seperti ini justru meruntuhkan kepercayaan masyarakat.

 

“Jika perilaku hakim seperti ini dibiarkan, maka efek jera terhadap tindak pidana korupsi akan hilang, dan pelaku akan merasa terlindungi oleh putusan yang tidak adil,” jelas Rasidin.

Baca Juga :  Warga Baruga Hadir Memadati Kampanye Paslon Nomor Urut 2

 

Selain itu, HMI menekankan bahwa Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memiliki tanggung jawab konstitusional untuk memastikan hakim menjalankan tugasnya secara proporsional.

 

Mahkamah Agung wajib meninjau ulang putusan dan proses persidangan agar keadilan dapat ditegakkan dan putusan yang proporsional sesuai fakta serta kerugian negara dapat ditegakkan.

 

Sementara Komisi Yudisial harus menilai integritas dan profesionalisme Ketua Majelis Hakim Arya Putra Negara Kutawaringin, serta mengambil tindakan tegas jika ditemukan pelanggaran kode etik atau penyimpangan prosedural.

 

HMI menekankan bahwa MA dan KY tidak boleh membiarkan kasus ini berlarut-larut, dan jika diperlukan harus mengambil alih perkara untuk memastikan putusan yang adil dan memberikan efek jera terhadap korupsi pejabat publik.

 

Rasidin menambahkan bahwa hukum seharusnya menjadi benteng terakhir bagi keadilan rakyat, bukan alat yang melindungi pelaku korupsi. Tindakan tegas dari Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial akan menjadi sinyal penting bagi publik bahwa integritas lembaga peradilan tetap dijaga, dan setiap pelanggaran kode etik hakim akan mendapatkan sanksi yang setimpal.

Baca Juga :  DPRD Konawe Janji Perjuangkan Nasib Ribuan Honorer Jadi PPPK Paruh Waktu

 

“Jika dibiarkan, vonis ringan seperti pada kasus Nahwa Umar akan menjadi preseden buruk yang merusak pemberantasan korupsi di Indonesia,” terangnya.

 

HMI Cabang Kendari menegaskan komitmennya untuk terus mengawal penegakan hukum yang berani, adil, transparan, dan bebas dari intervensi. Organisasi ini menolak segala bentuk pembiaran terhadap tindak pidana korupsi dan menuntut tindakan tegas bagi hakim yang gagal menjalankan tugasnya secara proporsional.

 

Kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan harus dipulihkan melalui keputusan yang adil dan konsisten, serta melalui tindakan nyata terhadap hakim yang menyimpang dari kode etik dan tanggung jawabnya.

 

Penulis: GR SULTRA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *