Kendaripos.com, Konawe Sulawesi Tenggara Masyarakat Desa Andoluto, Kecamatan Latoma, Kabupaten Konawe, mempertanyakan pengelolaan dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang dinilai tidak transparan. Dana yang dipertanyakan mencapai total Rp 218 juta, terdiri dari anggaran awal Rp 74 juta pada tahun 2016 dan penyertaan modal Rp 144 juta pada tahun 2018.
Menurut informasi dari salah satu warga pengelolaan BUMDes Desa Andoluto dipimpin oleh Ketua Amrudin, Sekretaris Jusrin, dan Bendahara Sarniwati yang juga sebagai Ibu Desa Andoluto saat itu.
Masyarakat mempertanyakan tidak adanya Musyawarah Desa (Musdes) yang membahas penggunaan dana BUMDes tersebut.
“Sampai saat ini tidak pernah ada musdes yang membahas dana BUMDes. Masyarakat tidak tahu bagaimana dana sebesar itu dikelola,” ungkap salah seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya.
Yang menjadi keprihatinan utama adalah dana BUMDes yang sudah mengendap selama bertahun-tahun tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat desa. Padahal, tujuan pembentukan BUMDes adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui berbagai program pemberdayaan ekonomi.
“Kami sebagai masyarakat tidak pernah merasakan manfaat dari dana BUMDes yang katanya untuk kesejahteraan kami. Dana sebesar itu ke mana? Kami butuh penjelasan,” kata seorang tokoh masyarakat setempat.
Masyarakat Desa Andoluto menuntut dilakukannya audit menyeluruh terhadap pengelolaan dana BUMDes. Mereka meminta pihak berwajib, termasuk Inspektorat Kabupaten Konawe dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), untuk segera melakukan pemeriksaan.
“Kami mendesak agar pihak yang berwajib segera memeriksa pengelolaan dana BUMDes di desa kami. Transparansi dan akuntabilitas harus ditegakkan,” tegas perwakilan masyarakat.
Terpisah mantan kepala desa Andoluto Abdul Hakim mengaku bahwa pada tahun 2016 penyertaan anggaran bumdes sebesar 74 juta untuk kegiatan simpan pinjam.
“Kalau tahun 2018 bukan saya kepala desa, pak Hendrik staf kecamatan saat itu yang jadi pelaksana,” ujar Abdul Hakim, Sabtu (28/6/2025).
Sementara itu, Camat Latoma Irwanudin Sadaoda saat dikonfirmasi membenarkan bahwa Hendrik pernah menjadi pelaksana desa di Desa Andoluto.
“Ada dua pelaksana di desa Andoluto, Hendrik dan Nasrudin mantan Camat Latoma. Saat ini keduanya sudah pindah di Kolaka Timur,” ujar Irwanudin.
Dijelaskan, Hendrik pernah menjadi kepala seksi di Kelurahan Waworaha, sedang Nasrudin pernah menjadi Camat Latoma. Saat itulah keduanya menjadi pelaksana desa di desa Andoluto.
Kasus yang terjadi di Desa Andoluto menjadi pengingat pentingnya pengawasan terhadap pengelolaan BUMDes di seluruh Indonesia. BUMDes yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi desa justru dapat menjadi sumber masalah jika tidak dikelola dengan baik dan transparan.
Laporan : miton